Oleh ARY GINANJAR AGUSTIAN
KAMI tak pernah menyangka, perjalanan mendaki ke Bukit Sinai demikian sulit dan terjal. Ketinggian yang mencapai 2.500 meter, suhu yang sangat dingin hingga di bawah 5 derajat Celcius, serasa membuat tubuh ini membeku. Waktu tempuh empat jam mengendarai unta mulai pukul 1.00 dini hari hingga 5.00 dan setengah perjalanan ke depan terhampar 990 anak tangga yang harus kami naiki. Tidaklah mudah bagi kami melakukannya.
Perjalanan yang sulit dan terjal tersebut seolah memantulkan pelajaran kepada kami tentang bagaimana langkah-langkah besar mencari nilai-nilai hakiki. Ya, perjalanan mencari Tuhan seorang nabi dan rasul sejatinya selalu diuji dengan kesulitan dan pendakian. Namun, apabila sang hamba telah berhasil memenangkannya, tentulah keyakinan yang diperolehnya akan berbuah kekuatan dan kedahsyatan, seperti yang dialami tiga nabi besar –Nabi Ibrahim a.s., Musa a.s., dan Muhammad saw.
Tahapan perjalanan Nabi Musa mencari Tuhan dimulai dengan pendakian ke Bukit Thursina. Lembah Tuwa (Muqaddas Tuwa) yang berhasil dicapainya selama 40 hari. Waktu yang panjang tersebut dihabiskan untuk bermunajat kepada Allah Sang Pencipta. Di tengah doanya, Nabi Musa memohon kepada Tuhan, Qaala Rabbi ariniii andzur ilaika? (Ya Allah Tuhanku, perlihatkan diri Engkau kepadaku agar aku dapat melihat Engkau). Dan ketika Allah meng-ijabah kata-kata Musa a.s., dengan menampakkan kedahsyatan-Nya lewat bukit yang terbelah dan hancur, muncullah keyakinan dalam diri Musa. Dari peristiwa inilah sejatinya kecerdasan spiritualitas (spiritual quotient, SQ) dimulai.
Ketika keyakinan telah terpatri dalam dada seorang Musa a.s., barulah kemudian ia siap diutus Tuhannya untuk menghadapi Fir’aun. Ia perlihatkan eksistensi Allah SWT melalui peristiwa terbelahnya Laut Merah hingga mampu menyelamatkan Bani Israel dari kejaran pasukan Fir’aun.
Hal yang sama diperintahkan Tuhan kepada Muhammad untuk menghadapi kaum kafir Quraisy. Sebelumnya, Nabi Muhammad bertafakur di Gua Hira yang untuk mencapai puncaknya juga butuh perjuangan berat.
Dari peristiwa tersebut, seakan sinyal-sinyal dari Yang Mahakuasa hendak membisikkan pada kita semua, bukankah ini tahapan-tahapan penting dalam membangun sebuah peradaban manusia? Bukankah hal ini pula yang telah Allah perintahkan kepada Nabi Muhammad agar mampu membangun peradaban Islam yang masyhur itu?
Perhatikanlah tiga tahapan ketika Nabi Muhammad membangun masyarakat. Pertama, tahapan Gua Hira (mencari Tuhan); kedua, tahapan Mekah (membangun tauhid), dan ketiga, tahapan Madinah dengan membangun peradaban.
Hal serupa juga diajarkan Allah kepada Musa a.s. yaitu, (1) Tahapan Gunung Sinai (mencari Tuhan), (2) Tahapan menghadapi Fir’aun dengan membelah lautan, dan (3) Tahapan hijrah ke Palestina. Sekarang cobalah Anda semua renungkan, tidakkah ini serupa pula dengan tahapan perjuangan Nabi Ibrahim?
Bukankah tahapan perjuangan Nabi Ibrahim a.s. adalah (1) Wukuf di Arafah (mengenal Tuhan dan jati diri), (2) Tawaf (membangun tauhid), dan (3) Sai. Dari 3 tahapan yang dilalui tiga nabi besar yang diutus Allah SWT tersebut, makin kuatlah keyakinan kita tentang tiga tahapan dalam membangun sebuah peradaban. Peradaban besar yang kini sedang dibangun bangsa Indonesia menuju zaman keemasan. Tiga tahapan inilah yang dalam bahasa sekarang dinamakan spiritualitas, mentalitas, dan intelektualitas atau ketuhanan, karakter bangsa dan ekonomi. Itulah Indonesia emas. Allahu Akbar.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar